Jika saya diminta untuk menceritakan bagaimana saya
sekarang, saya merasa kehidupan saya biasa saja, sama layaknya seperti
wanita-wanita berusia 25 tahun yang sedang merintis karier di kota besar Jakarta
ini. Tapi ketika kehidupan saya di Jakarta ini saya ceritakan kepada orang
lain, terutama kepada keluarga saya, mereka akan memulai berkomentar dengan
kata, Wow!
Saya adalah anak ketiga dari 4 bersaudara. Lahir di kota
kecil Wonogiri yang sangat kental dengan budaya Jawa, sejak kecil saya sudah
akrab dengan nilai-nilai budaya yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa,
halus, sopan, dan sabar. Bukan suatu kutukan, tapi entah mengapa, sikap ini
yang selalu saya bawa dan saya terapkan dalam kehidupan saya sehari-hari.
Pada awalnya setelah kuliah saya memutuskan untuk bekerja di
media, terkait dengan cita-cita saya untuk bekerja di bidang Jurnalistik. Namun
keinginan itu terpaksa harus saya tunda selama setahun karena nasib menentukan
lain, saya harus bekerja sebagai pegawai bank, suatu posisi yang sangat
dibanggakan oleh orang tua saya kepada teman-teman mereka. Keinginan saya untuk
menyusul rekan-rekan saya di Jakarta untuk bekerja di media membuat saya tidak
memperpanjang kontrak kerja saya di Bank. Meski berat hati, orang tua saya
akhirnya melepaskan saya untuk memilih jalan hidup yang saya inginkan.
Saya bahagia sekali memiliki ibu dan ayah yang sangat sayang
kepada anak-anaknya. Saya masih ingat ketika saya masih di Wonogiri dulu,
pagi-pagi betul ayah saya sudah mengeluarkan 6 motor dari garasi, menatanya
secara berjejer, dan mengelapinya satu persatu. Ayah tidak pernah mengungkapkan
secara langsung, ayah menyayangimu nak! Tidak, tidak pernah. Ayah saya orang
yang tidak banyak bicara. Namun melalui tindakan keseharian yang ia lakukan,
saya tahu, ayah sangat menyayangi keluarganya.
Apalagi ibu. Jika anda bertanya kepada saya, siapa perempuan
paling tangguh di dunia ini, saya akan jawab ibu saya. Ibu saya adalah paket
lengkap dimana ia bisa menjadi ibu, sekaligus kakak, sahabat,orang yang selalu
berusaha mengerti anak-anaknya.
Setelah saya di Jakarta, saya tinggalkan semua apa yang saya
punya di kampung. Buat saya ketika saya di Jakarta, ini adalah awal baru
kehidupan saya, dan saya harus berhasil survive dan membuat orang tua saya
bangga, atas janji yang saya berikan kepada mereka, ingin menjadi wartawan yang
pintar, sukses dan mampu membuat tulisan yang dapat menginspirasi banyak orang.
Saya sendiri tinggal di Mampang. Sedangkan kantor tempat
saya bekerja berada di pantai Indah kapuk. Tapi itu saya jalani karena saya
percaya, tidak ada hasil yang menghianati usaha, karena itu prinsip saya
seperti yang tertulis di tangan kanan penyanyi rapper Iggy Azalea, Trust Your
Struggle.
Kehidupan di Jakarta begitu keras, dulu sebelum saya
menginjakkan kaki di Jakarta, yang saya tahu, Jakarta itu seperti wilayah
Soedirman – Thamrin. Tapi setelah hampir setahun saya tinggal di di sini, saya
menjadi tahu, Jakarta itu ada kali angke, ada pademangan, ada bantaran kali
ciliwung, di mana semua tempat ini member saya pelajaran untuk tetap tegar
ketika saya mendapat masalah. Membuat saya menyadari, dan bersyukur. Meski orang
tua saya jauh, meski saya harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri, masak
sendiri, mencuci baju sendiri, tapi saya bersyukur. Jakarta masih mau menerima
saya dan memberikan saya pendidikan mental yang kian menempa saya untuk terus
tumbuh dalam proses pendewasaan.
Saya selalu berharap, kelak, dengan semangat yang sama
ketika saya berumur 22 tahun untuk mengejar mimpi, saya dapat mejadi orang yang
mampu menginspirasi orang lain melalui tulisan-tulisan saya. Itu cita-cita
saya.